Pages

Jumat, 17 Agustus 2012

INDONESIA 2022


Hari ini, hari selasa, 25 Juli 2022, udara Bandara Sukarno Hatta panas sekali, mungkin sampai 35oC. Anehnya tak menyurutkan ribuan orang, oh bukan ribuan tapi puluhan ribu, mendekati angka 100 ribu orang malah, yang berdatangan ke airport kebanggan Jakarta yang letaknya di Tangerang. Akibatnya sangat parah! Kemacetan panjang tol bandara, bahkan sampai tol dalam kota. Berita menyebutkan, mobil di jalan tol cawang tak bisa bergerak. Stuck luar biasa. Tapi gila.. mereka tak ada yang bersedih. Mereka senyum-senyum saja, senang-senang saja. Di bandara, mereka bukan mau berdemo. Hampir semua baju mereka berwana merah. Sebagian dari mereka mengibarkan bendera merah-putih. Wajah mereka berharap cemas, tapi nadanya bangga sekali. Ada apa?
Petugas keamanan bandara dibantu Polisi dan tentara begitu kuwalahan menghalau mereka, sulit merapikan mereka. Sejumlah penerbangan dalam dan luar negeri dibatalkan, lantaran pilot dan pramugari sampai para calon penumpang harus mati-matian masuk bandara. Bunyi sirine mobil pengawal sudah kian mendekat. Sejumlah pejabat negara, para pimpinan partai, semua petinggi dari semua instansi pada berdatangan dengan pengawalan masing-masing. Masyarakat yang sudah merasa duluan datang dengan nuansa merah-putih tak mau diatur, sebab mereka juga merasa punya hak menyambut.. menyambut pahlawan mereka. Pahlawan? Siapa pahlawan mereka?
Masyarakat yang berkerumun, banyaknya luar biasa, tak terbendung sesaat setelah mendengar informator mengumumkan pesawat Garuda yang terbang dari Doha sudah mendarat. Mereka memaksa masuk ke dalam ruang kedatangan. Brigade polisi, tentara dan petugas bandara tak sanggup menghalau mereka. Barisan itu pecah. Setelah itu tumpahlah masyarakat sambil mengibarkan bendera merah-putih, menyanyikan lagu ‘Indonesia Raya’ sambil berlari menuju landasan pesawat.
Sampai lapangan landasan bandara yang luas mereka terhenti, membiarkan pintu pesawat Garuda itu dibuka. Perlahan pintu pesawat dibuka. Sosok pramugari yang cantik tak mereka perdulikan. Seorang mengomandoi lagu yang lantas sama-sama mereka kumandangkan, lagunya ‘Garuda Di Dadaku!’ Begitu muncul sosok pemuda tampan berjaket dan bercelana training merah-putih, puluhan ribu orang itu berteriak histeris, menangis, mengibarkan merah-putih dengan keranjingan. Dan.. saat wajah itu terlihat jelas, barulah mereka teriak makin kesetanan, “Dodi Alfayed..!!!”
Iya.. Dodi Alfayed, kapten timnas Indonesia yang baru saja pulang dari Doha Qatar memimpin rekan-rekannya.
Setahun yang lalu siapa yang kenal Dodi Alfayed? Hanya beberapa orang saja, itu juga paling orang-orang yang gila bener sama sepakbola. Tak ada yang perduli dengan persebakbolaan nasional. Pemerintah dan semua elit politik makin ganas dan rakus rebutan uang rakyat. Setiap partai menjual kemakmuran negeri, walaupun hasilnya bisa dapat diduga, yaitu kian membenamkan Indonesia ke dasar kebobrokan! Tak ada yang bisa dibanggakan pada negeri ini dalam 1 atau 2 dekade ini.
Sepakbola? Apa? Membanggakan sepakbola kita? Dari tahun 2010 sampai 2022 konflik dualisme PSSI tak kunjung habis-habisnya. Mereka yang duduk di PSSI tak ubahnya para tikus yang terus menggerogoti persepakbolaan kita dengan dalih janji prestasi. Elit-elit di kedua PSSI seperti tak punya malu! Padahal FIFA sudah 2 kali menjatuhkan sanksi yang berat. Pertama tahun 2013, karena Indonesia dianggap tak bisa menyelesaikan perselisihan 2 PSSI itu, maka FIFA memberi fonis sangat berat, melarang Indonesia ikut turnamen internasional dalam waktu 3 tahun!
Tahun 2016 kedua PSSI itu berdamai setelah FIFA mencabut embargo larangan bertandingnya Indonesia di tingkat antar negara, kedua PSSI mau juga berdamai. Tapi ternyata itu hanya bohong! Isapan jempol belaka! Mereka kembali gontok-gontokan. Kali ini makin hancur! Makin parah! Bahkan makin gila, di tahun 2017 Indonesia terang-terangan pada dunia internasional punya 2 timnas! Lagi-lagi FIFA murka! Indonesia kembali dikasih hukuman yang beratnya sama, yaitu dilarang main di tingkat dunia, even itu setingkat seag atau piala AFF, sampai tahun 2020. Rangking Indonsia di FIFA merosot tajam, memecahkan rekor rangking terendah yang pernah disematkan FIFA di dada Indonesia, yaitu rangking 169.
Imbasnya adalah para pemain-pemain Indonesia yang berbakat pada ekspansi besar-besaran ke luar negeri. Alasan mereka sama, bermain di Indonesia tak ubahnya main bola tarkam. Klub tidak ada yang profesional. Penonton selalu rusuh. Wasit bisa disogok. Hasil pertandingan bisa dibeli. Parahnya lagi gaji bisa telat sampai 6 bulan atau lebih.
Para wartawan olahraga kala itu juga sudah ogah memberitakan berita sepakbola Indonesia. Berita itu hanya bikin orang emosi, marah, geram, memaki, males, mengoblok-goblokkan Indonesia! Sehingga tidak banyak yang tahu, Dodi Alfayed yang pernah jadi kapten SSB Kebomania, yang kala itu pernah masuk semifinal Gothia Cup di Swedia 2012, pergi ke klub Bangkok Bank Thailand. Hanya semusim main di sana, Nagoya Grampus Eight memboyongnya bermain di J-League. 2 tahun di sana, Alfayed mencatatkan dirinya sebagai pencetak gol terbanyak ke-2 di J-League 2019. Dodi Alfayed makin mengkilat ketika berhasil membawa Nagoya Grampus ke final Piala antar klub sedunia di Jepang. Kala itu di final kalah dari Arsenal lewat adu pinalti. Peristiwa itulah yang membuat Denish Bergkamp berusaha mendapatkan tanda tangan Dodi Alfayed untuk jasanya sebagai striker di Arsenal. Mas kawin yang diminta Nagoya Grampus dipenuh, maka Alfayed jadi pemain Indonesia pertama yang bermain di Emirates Stadium kandang Arsenal.
Bukan hanya Dodi Alfayed yang beritanya dicuekin media. Masih ada Muhammad Lukito, bek sayap yang punya julukan the next Roberto Carlos, yang diam-diam jadi pemain kesayangannya Paulo Maldini di Fiorentina. Harry Liem, kiper keturunan tionghoa yang pindah dari Persebaya ke Urawa Red. Andik Firmansyah, pemain senior, yang dari dulu sudah kecewa sama PSSI dan memutuskan pindah ke Swedia bersama istrinya yang orang sana asli. Andik main di Grashopher. Belum lagi Noach Mariem Junior, pemain Papua yang kini main AOK. Himawan, stoper kebanggaan Persib dibajak Malaga. Timur Pambudi merumput di FC Koln. Nanang Wisnu Nusantara di Al Hilal. Dan anak muda bernama Davin Rasya yang dimasukan bapaknya di sekolah bola Ajax, ternyata Barcelona ngebet banget pengen dapetin remaja 18 tahun itu. Masih banyak nama lain yang tersebar di berbagai klub di seluruh dunia.
Persepakbolaan Indonesia yang morat-marit, runtuhnya moral bangsa, dan carut-marutnya PSSI yang dihuni oleh orang-orang yang hanya ingin memperbesar kekayaan saja, membuat mereka tak terlalu memikirkan timnas. Tak perduli saat itu Indonesia diharamkan ikut turnamen internasional apapun. Seperti menutup mata bahwa itu semua aib. Sehingga mereka, kedua PSSI itu, seperti tak perduli ketika FIFA mencabut (lagi) larangan bertanding Indonesia di ajang dunia. Karena toh kedua PSSI itu juga tak siap dengan timnasnya masing-masing.
Situasi yang memuakan itu justru melecutkan semangat Dodi Alfayed untuk menghubungi semua rekan-rekannya yang bermain di luar negeri. Mereka sepakat bertemu di Kuala Lumpur. Hasil pembicaraan membulatkan niat mereka, mereka akan bermain untuk timnas mereka, mengatas-namakan Indonesia, untuk Pra Piala Dunia Qatar 2022. Karena di Indonesia sendiri PSSI-nya kala tidak memikirkan dan tidak siap dengan timnas, maka mereka oke-oke aja saat Alfayed dan teman-teman minta restu karena akan mengatasnamakan Indonesia. Orang tua Davin Rasya yang juga kerja di Ajax, berhasil membujuk Mark Van Bommel untuk mau menukangi timnas kita. Maka.. mulailah timnas Indonesia mengarungi petualangan PPD 2022 dengan sebutan bukan ‘Timnas Garuda’, akan tetapi ‘Timnas Garuda Luka’.

Bagaimana sepak-terjang Dodi Alfayed di Pra Piala Dunia Qatar 2022? Ikuti terus serunya lanjutan cerita INDONESIA 2022 'BAGIAN 2'.

0 komentar:

Posting Komentar