Sinopsis
Berhala-Berhala Haji
The Movie
Screenplay by
Puguh P. S. Admaja
Pada sebuah
perahu yang melintas di atas Sungai Mahakam Gybral menyadari, kenapa Tuhan
tidak membiarkan dirinya mati ditelan sungai ini saat umurnya baru 3 tahun.
Karena ternyata Tuhan akan mengajarkan sebuah ilmu tingkat tinggi yang
diperoleh lewat ujian super dasyat. Ilmu tentang ‘Haji’ yang kian menjauh dari
ajaran sesungguhnya, jauh dari Tuhan, dekat dengan berhala. Mencari pribadi
Haji yang bermodal taqwa seperti menjari jarum di tengah tumpukan jerami. Tidak
heran, jutaan Haji berteberan seantero negeri ini, namun tidak membuat bangsa
ini diberkahi.
Gybral ingat
kisah almarhum KH. Mashudi Aly, salah satu gurunya di Tebuireng, tentang ibu
Ningsih yang tidak pernah pergi ke tanah suci, tapi dikatakan mendapat gelar
Haji yang Mabrur. Pernyataan Kyai santun itu sontak mengundang kesinisan para
jamaahnya yang baru saja pulang dari haji. Mereka serempak bertanya, “Kenapa bukan saya yang dapat gelar Haji
Mabrur?” Alasan Sang Kyai sangat sederhana.. Ibu Ningsih setiap hari selalu
menyisihkan sedikit demi sedikit dari keuntungannya jualan sayuran, agar bisa
pergi haji. Saat ibu Ningsih bahagia karena uangnya telah cukup buat pergi
haji, datang tetangganya yang membutuhkan bantuan uang dalam jumlah banyak demi
menyelamatkan nyawa anaknya yang harus menjalani operasi. Dengan ikhlas Ibu
Ningsih memberikan seluruh uangnya yang telah dikumpulkan selama puluhan tahun
itu.
Kisah Ibu
Ningsih sangat mirip dengan cerita Gybral dengan Mamak, ibunya. Bertahun-tahun
Mamak mengumpulkan uang dari hasil jualan kue, sayuran, dan lain-lain, agar
bisa pergi ke tanah suci memenuhi panggilan Allah. Namun, begitu semua
terkumpul, Mamak harus memberikan semua uangnya kepada Gybral yang kala itu
masih SD, untuk membeli sesuatu yang Gybral inginkan. Saat Gybral tahu uang itu
sebenarnya untuk pergi Haji Mamaknya, Gybral yang masih kecil mati-matian
mencari uang dengan berdagang kue keliling kampung, menabung setiap hari di
sebuah guci, yang setelah bertahun-tahun Gybral menyerahkan semua uang itu buat
Mamaknya untuk berangkat Haji. Di usia yang masih dini, Gybral sudah
mendapatkan sebuah pelajaran, bukan kepergian ke tanah suci yang penting, bukan
gelar haji yang segala-galanya, akan tetapi ketaqwaan kepada Allah-lah yang
sejatinya dinilai.
Rasa sayang yang
luar biasa Gybral kepada Mamak dan Bapak, membuatnya bersumpah untuk membalas.
Cita-cita digantungkan setinggi langit, bukan untuk egonya, namun demi
mengangkat harkat dan martabat Bapak, Mamak dan keluarganya yang selama ini
menjadi alamat para tetangga untuk menghina-dina hanya lantaran hidup miskin.
Tekad itulah yang membuat kaki Gybral menginjak bumi Jombang untuk berguru di
kampus IKAHA Tebuireng dari tahun 2002 sampai 2006. Kemauan dan usaha keras
kemudian telah menjadikan Gybral punya julukan baru, yaitu DAI GYBRAL, karena
masuk sebagai finalis KONTES DAI TPI 2006. Cita-cita pergi ke tanah suci pun
dicapai setelah mendapat hadiah dari kontes itu.
Gybral yang
mulanya bukan siapa-siapa, kini menjadi terkenal. Dan setan mulai merusak
hatinya, terutama kala Gybral mendapat job ceramah di Masjid Al Istiqomah di
Loa Duri Kaltim, tidak terlalu jauh dari kampung halaman. Ceramah yang
seharusnya menjadi momen menyampaikan ayat-ayat Allah, justru tidak! Gybral
menjadi sombong! Menunjukkan pada semua orang yang dia kenal, dirinya bukanlah Gybral
yang miskin, tapi Gybral yang terkenal dan banyak uang! Gybral yang sudah
pernah pergi ke tanah suci, seharusnya sadar bahwa kesombongan hanya milik
Allah. Penduduk Segihan, kampungnya, seolah bungkam. Apalagi kala Gybral
membangunkan rumah baru buat Bapak dan Mamak hanya beberapa hari setelah
rumahnya ludes dilalap api bersama 80 rumah lain di desa Segihan. Belum lagi
pesta besar-besaran saat Gybral menikahkan adik kesayangannya bernama
Salsabila. Semua itu dia lakukan demi untuk menunjukkan pada desanya,
keluarganya punya harga diri!
Gybral lupa..
saat itu dia telah memberhalakan nama baiknya.. Dan Allah marah besar!
Kemarahan yang dituangkan dalam sebuah teguran yang dasyat. Teguran yang
dimulai dengan pernikahannya dengan tambatan hatinya, janda beranak 1 perparas
cantik peranakan Indo-Belanda, bernama Sofya yang punya titel Hajah di depan
namanya. Sofya seorang pegawai honorer Pemda Kaltim dan punya bisnis travel
haji menawari saudara-saudaranya Gybral untuk pergi haji plus hanya dengan 55
juta. Tawaran harga murah itu ditangkap dengan suka-cita 6 saudara Gybral:
Pakde Suhar, Bude Fitri, Mbah Kakung, Mbah Putri, Paklek Mukhtar dan Indah.
Semuanya menyetor uang sebanyak itu ke Gybral, yang mana Gybral langsung
menyetor ke travel pusat di Jakarta, yang dikomandoi Pak Hikmat, juga seorang
Haji. Kebahagiaannya para saudara karena segera mendapat gelar haji dituangkan
dengan minta restu pada kuburan leluhur, bahkan sampai ritual memberi makan
buaya Sungai Mahakam agar terhindar dari marabahaya selama perjalanan haji
nanti. Namun apa yang terjadi? Ketika mereka sudah berpakaian ihram serba putih
dan sampai di Bandara Sukarno-Hatta bersama ratusan calhaj lainya, terjadilah
sebuah malapetaka. 100 calon haji termasuk 6 saudaranya Gybral gagal berangkat
haji! Mereka semua tidak kebagian tiket, karena tiket dijual lagi oleh Haji
Hikmat yang kabur! Mereka semua marah! Terjadi pertengkaran sengit dan baku-hantam
antara mereka yang katanya akan menjadi tamu Allah di tanah suci.
Kemarahan besar
Paklek Mukhtar tidak main-main! Bukan hanya mencaci-maki Gybral dan
keluarganya, tapi juga rencana pembunuhan terhadap Gybral! Gybral harus
bertanggung jawab! Gybral harus mengganti uang mereka, atau menghajikan mereka
tahun depan! Sejak itu, keluarga Gybral kembali menjadi sasaran makian, hinaan,
dan fitnah! Hidup Gybrak makin hancur kala Sofya diterpa masalah yang tidak
kalah dasyat, ketika dia dituntut oleh para Pegawai Honorer (T3D = Tenaga Tidak
Tetap Daerah), karena mereka sudah menyetor sejumlah uang ke Sofya demi
diangkat menjadi Pegawai Negeri. Walaupun Sofya berusaha menjelaskan
mati-matian bahwa sebenarnya ini semua bukan hajatnya, akan tetap kerjaan bos-nya
di Pemda Kaltim, tetap saja mereka tak perduli. Saat si Bos ditangkap Polisi
karena tertangkap basah menerima uang suap, Sofya ketiban sial, dia diminta
mengembalikan semua uang yang sudah disetor kepadanya. Padahal Sofya tak pernah
menikmati uang itu 1 sen pun, semua uang itu diserahkan pada Pak Bos. Terpaksa
Sofya menjual tanah warisan demi mengganti para T3D. Sayangnya, hasil dari
penjualan itu tidak cukup untuk menutupi kerugian orang-orang T3D. Bermula dari
itu, Sofya kerap mendapat teror yang dilayangkan dari mereka yang belum
mendapat uang ganti rugi. Teror, fitnah, hinaan, menjadi makanan wajib Sofya
setiap hari. Hinaan terbesar yang membuat Sofya tak sanggup adalah, ketika dia
dicap sebagai pelacur! Sofya tak kuat! Sofya mengajak Gybral untuk hijrah ke
Jakarta!
Pergi ke Jakarta
untuk Hijrah.. Hijrah untuk menjauhkan diri dari cacian, makian, hinaan,
fitnah, dan menyelamatkan nyawa dari percobaan pembunuhan.. Dan.. Hijrah untuk
mencari rizky Allah demi mengganti semua kerugian yang sebenarnya bukan
tanggung jawab Gybral dan Sofya. Namun, tidak mudah mencari uang di negeri
orang. Gybral kembali dihadapkan pada pribadi
Haji yang lain pada sosok 2 ibu yang biasa dia panggil Mami dan Bunda.
Secara kasat mata keduanya adalah wanita-wanita yang baiknya luar biasa. Setiap
tahun selalu menghajikan banyak jamaahnya dengan uang mereka sendiri. Akan
tetapi, Gybral merasa aneh, tiap kali Gybral menagih hutangnya yang sebanyak 3
juta rupiah, bukannya dibayar malah Gybral mendapat makian. Apa artinya uang 3
juta dengan setiap tahun memberangkatkan puluhan jamaahnya? Akibatnya, Gybral
dan Softya harus rela hidup gelap-gelapan di rumah kontrakan lantaran aliran
listriknya diputus PLN. Belum lagi setiap hari dapat makian dari Debt.
Collector yang menagih hutang.
Bantingan dan
benturan di sana-sini telah menyadarkan Gybral dan Sofya. Bukankah keduanya
pernah menginjak tanah suci dan menangis memohon ampun kepada Allah di depan
makom Ibrahim. Namun kenapa mereka masih saja memiliki berhala-berhala? Mencintai
seseorang melebih cintanya pada Allah? Cinta Gybral yang berlebihan pada Mamak,
membuat keduanya dipisahkan jarak yang sangat jauh selama bertahun-tahun. Sama
halnya dengan Sofya yang Allah pisahkan dengan anaknya, karena Sofya telah
mencintai anaknya melebihi cintanya pada Allah. Semua perjalanan hidup yang
memilukan adalah buah Gybral yang telah sombong memberhalakan nama baik. Gybral
dan Sofya bersimpuh, menangis sejadi-jadinya, memohon ampun pada Allah karena
telah mendua.
Ampunan Allah
mulai terlihat seiring dengan cerahnya karir Gybral dan Sofya. Setelah 4 tahun
tidak berani pulang kampung, di bulan Juli 2012 Gybral berani terbang ke Segihan
Kutai, untuk bertanggung jawab menghajikan semua saudaranya yang kala itu gagal
naik haji. Semua saudara menerima pertanggung-jawaban Gybral. Namun tidak
dengan Paklek Mukhtar yang bengis! Dia memukul Gybral sampai tersungkur!
Memaki, menghina, memfitnah keluarga Gybral lah yang telah memakan uang itu! Jika
tidak ditahan Pakde Suhar, mungkin Paklek Mukhtar sudah membunuh Gybral dengan
parangnya! Bahkan Paklek Mukhtar menyombongkan dirinya, bahwa dirinya sudah
pergi ke tanah suci tanpa bantuan Gybral! Masya Allah, seseorang yang sudah
pergi ke tanah suci tapi berbuat tanpa akal pikiran. Gybral berharap pemukulan
Paklek Mukhtar menjadi teguran Allah yang terakhir buat dirinya. Selanjutnya..
hidup Gybral dan Sofya hanya untuk Allah.
Lagi-lagi kini
Gybral mengerti, kenapa Tuhan tidak mematikannya saat berumur 3 tahun.. karena
Tuhan telah memberikan ilmu-NYA yang dasyat.. bahwa berhaji bukanlah perkara
pergi ke tanah suci, atau tersematnya titel ‘Haji’ dan ‘Hajah’ usai pulang dari
sana.. Namun yang paling penting dari itu semua adalah ketaqwaan kita kepada
Allah. Apa itu taqwa? Seperti yang dijelaskan di Surat Al-Baqarah 177, jika kita beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi, memberikan harta yang dicintai kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir dan orang-orang yang meminta,
hamba sahaya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, menepati janji apabila
berjanji, sabar dalam kesempitan, penderitaan dan peperangan. Kalau kita sudah
bisa melaksanakan itu semua, barulah Allah menggolongkan kita sebagai
orang-orang yang taqwa. Kalau sudah punya gelar taqwa, maka baru layak pergi ke
tanah suci untuk berhaji.
Tangerang Selatan, 2 January 2013
Puguh P. S. Admaja
Terimakasih Tuhan Atas Segalanya

Assalammualaikum mas puguh. saya mau nonton film berhala-berhala haji ini, tp dicari di youtube kok ngga ada yaa...
BalasHapus