Pages

Senin, 21 Januari 2013



Sinopsis
Berhala-Berhala Haji
The Movie
Screenplay by Puguh P. S. Admaja

Pada sebuah perahu yang melintas di atas Sungai Mahakam Gybral menyadari, kenapa Tuhan tidak membiarkan dirinya mati ditelan sungai ini saat umurnya baru 3 tahun. Karena ternyata Tuhan akan mengajarkan sebuah ilmu tingkat tinggi yang diperoleh lewat ujian super dasyat. Ilmu tentang ‘Haji’ yang kian menjauh dari ajaran sesungguhnya, jauh dari Tuhan, dekat dengan berhala. Mencari pribadi Haji yang bermodal taqwa seperti menjari jarum di tengah tumpukan jerami. Tidak heran, jutaan Haji berteberan seantero negeri ini, namun tidak membuat bangsa ini diberkahi.

Gybral ingat kisah almarhum KH. Mashudi Aly, salah satu gurunya di Tebuireng, tentang ibu Ningsih yang tidak pernah pergi ke tanah suci, tapi dikatakan mendapat gelar Haji yang Mabrur. Pernyataan Kyai santun itu sontak mengundang kesinisan para jamaahnya yang baru saja pulang dari haji. Mereka serempak bertanya, “Kenapa bukan saya yang dapat gelar Haji Mabrur?” Alasan Sang Kyai sangat sederhana.. Ibu Ningsih setiap hari selalu menyisihkan sedikit demi sedikit dari keuntungannya jualan sayuran, agar bisa pergi haji. Saat ibu Ningsih bahagia karena uangnya telah cukup buat pergi haji, datang tetangganya yang membutuhkan bantuan uang dalam jumlah banyak demi menyelamatkan nyawa anaknya yang harus menjalani operasi. Dengan ikhlas Ibu Ningsih memberikan seluruh uangnya yang telah dikumpulkan selama puluhan tahun itu.

Kisah Ibu Ningsih sangat mirip dengan cerita Gybral dengan Mamak, ibunya. Bertahun-tahun Mamak mengumpulkan uang dari hasil jualan kue, sayuran, dan lain-lain, agar bisa pergi ke tanah suci memenuhi panggilan Allah. Namun, begitu semua terkumpul, Mamak harus memberikan semua uangnya kepada Gybral yang kala itu masih SD, untuk membeli sesuatu yang Gybral inginkan. Saat Gybral tahu uang itu sebenarnya untuk pergi Haji Mamaknya, Gybral yang masih kecil mati-matian mencari uang dengan berdagang kue keliling kampung, menabung setiap hari di sebuah guci, yang setelah bertahun-tahun Gybral menyerahkan semua uang itu buat Mamaknya untuk berangkat Haji. Di usia yang masih dini, Gybral sudah mendapatkan sebuah pelajaran, bukan kepergian ke tanah suci yang penting, bukan gelar haji yang segala-galanya, akan tetapi ketaqwaan kepada Allah-lah yang sejatinya dinilai.

Rasa sayang yang luar biasa Gybral kepada Mamak dan Bapak, membuatnya bersumpah untuk membalas. Cita-cita digantungkan setinggi langit, bukan untuk egonya, namun demi mengangkat harkat dan martabat Bapak, Mamak dan keluarganya yang selama ini menjadi alamat para tetangga untuk menghina-dina hanya lantaran hidup miskin. Tekad itulah yang membuat kaki Gybral menginjak bumi Jombang untuk berguru di kampus IKAHA Tebuireng dari tahun 2002 sampai 2006. Kemauan dan usaha keras kemudian telah menjadikan Gybral punya julukan baru, yaitu DAI GYBRAL, karena masuk sebagai finalis KONTES DAI TPI 2006. Cita-cita pergi ke tanah suci pun dicapai setelah mendapat hadiah dari kontes itu.

Gybral yang mulanya bukan siapa-siapa, kini menjadi terkenal. Dan setan mulai merusak hatinya, terutama kala Gybral mendapat job ceramah di Masjid Al Istiqomah di Loa Duri Kaltim, tidak terlalu jauh dari kampung halaman. Ceramah yang seharusnya menjadi momen menyampaikan ayat-ayat Allah, justru tidak! Gybral menjadi sombong! Menunjukkan pada semua orang yang dia kenal, dirinya bukanlah Gybral yang miskin, tapi Gybral yang terkenal dan banyak uang! Gybral yang sudah pernah pergi ke tanah suci, seharusnya sadar bahwa kesombongan hanya milik Allah. Penduduk Segihan, kampungnya, seolah bungkam. Apalagi kala Gybral membangunkan rumah baru buat Bapak dan Mamak hanya beberapa hari setelah rumahnya ludes dilalap api bersama 80 rumah lain di desa Segihan. Belum lagi pesta besar-besaran saat Gybral menikahkan adik kesayangannya bernama Salsabila. Semua itu dia lakukan demi untuk menunjukkan pada desanya, keluarganya punya harga diri!

Gybral lupa.. saat itu dia telah memberhalakan nama baiknya.. Dan Allah marah besar! Kemarahan yang dituangkan dalam sebuah teguran yang dasyat. Teguran yang dimulai dengan pernikahannya dengan tambatan hatinya, janda beranak 1 perparas cantik peranakan Indo-Belanda, bernama Sofya yang punya titel Hajah di depan namanya. Sofya seorang pegawai honorer Pemda Kaltim dan punya bisnis travel haji menawari saudara-saudaranya Gybral untuk pergi haji plus hanya dengan 55 juta. Tawaran harga murah itu ditangkap dengan suka-cita 6 saudara Gybral: Pakde Suhar, Bude Fitri, Mbah Kakung, Mbah Putri, Paklek Mukhtar dan Indah. Semuanya menyetor uang sebanyak itu ke Gybral, yang mana Gybral langsung menyetor ke travel pusat di Jakarta, yang dikomandoi Pak Hikmat, juga seorang Haji. Kebahagiaannya para saudara karena segera mendapat gelar haji dituangkan dengan minta restu pada kuburan leluhur, bahkan sampai ritual memberi makan buaya Sungai Mahakam agar terhindar dari marabahaya selama perjalanan haji nanti. Namun apa yang terjadi? Ketika mereka sudah berpakaian ihram serba putih dan sampai di Bandara Sukarno-Hatta bersama ratusan calhaj lainya, terjadilah sebuah malapetaka. 100 calon haji termasuk 6 saudaranya Gybral gagal berangkat haji! Mereka semua tidak kebagian tiket, karena tiket dijual lagi oleh Haji Hikmat yang kabur! Mereka semua marah! Terjadi pertengkaran sengit dan baku-hantam antara mereka yang katanya akan menjadi tamu Allah di tanah suci.

Kemarahan besar Paklek Mukhtar tidak main-main! Bukan hanya mencaci-maki Gybral dan keluarganya, tapi juga rencana pembunuhan terhadap Gybral! Gybral harus bertanggung jawab! Gybral harus mengganti uang mereka, atau menghajikan mereka tahun depan! Sejak itu, keluarga Gybral kembali menjadi sasaran makian, hinaan, dan fitnah! Hidup Gybrak makin hancur kala Sofya diterpa masalah yang tidak kalah dasyat, ketika dia dituntut oleh para Pegawai Honorer (T3D = Tenaga Tidak Tetap Daerah), karena mereka sudah menyetor sejumlah uang ke Sofya demi diangkat menjadi Pegawai Negeri. Walaupun Sofya berusaha menjelaskan mati-matian bahwa sebenarnya ini semua bukan hajatnya, akan tetap kerjaan bos-nya di Pemda Kaltim, tetap saja mereka tak perduli. Saat si Bos ditangkap Polisi karena tertangkap basah menerima uang suap, Sofya ketiban sial, dia diminta mengembalikan semua uang yang sudah disetor kepadanya. Padahal Sofya tak pernah menikmati uang itu 1 sen pun, semua uang itu diserahkan pada Pak Bos. Terpaksa Sofya menjual tanah warisan demi mengganti para T3D. Sayangnya, hasil dari penjualan itu tidak cukup untuk menutupi kerugian orang-orang T3D. Bermula dari itu, Sofya kerap mendapat teror yang dilayangkan dari mereka yang belum mendapat uang ganti rugi. Teror, fitnah, hinaan, menjadi makanan wajib Sofya setiap hari. Hinaan terbesar yang membuat Sofya tak sanggup adalah, ketika dia dicap sebagai pelacur! Sofya tak kuat! Sofya mengajak Gybral untuk hijrah ke Jakarta!

Pergi ke Jakarta untuk Hijrah.. Hijrah untuk menjauhkan diri dari cacian, makian, hinaan, fitnah, dan menyelamatkan nyawa dari percobaan pembunuhan.. Dan.. Hijrah untuk mencari rizky Allah demi mengganti semua kerugian yang sebenarnya bukan tanggung jawab Gybral dan Sofya. Namun, tidak mudah mencari uang di negeri orang. Gybral kembali dihadapkan pada pribadi  Haji yang lain pada sosok 2 ibu yang biasa dia panggil Mami dan Bunda. Secara kasat mata keduanya adalah wanita-wanita yang baiknya luar biasa. Setiap tahun selalu menghajikan banyak jamaahnya dengan uang mereka sendiri. Akan tetapi, Gybral merasa aneh, tiap kali Gybral menagih hutangnya yang sebanyak 3 juta rupiah, bukannya dibayar malah Gybral mendapat makian. Apa artinya uang 3 juta dengan setiap tahun memberangkatkan puluhan jamaahnya? Akibatnya, Gybral dan Softya harus rela hidup gelap-gelapan di rumah kontrakan lantaran aliran listriknya diputus PLN. Belum lagi setiap hari dapat makian dari Debt. Collector yang menagih hutang.

Bantingan dan benturan di sana-sini telah menyadarkan Gybral dan Sofya. Bukankah keduanya pernah menginjak tanah suci dan menangis memohon ampun kepada Allah di depan makom Ibrahim. Namun kenapa mereka masih saja memiliki berhala-berhala? Mencintai seseorang melebih cintanya pada Allah? Cinta Gybral yang berlebihan pada Mamak, membuat keduanya dipisahkan jarak yang sangat jauh selama bertahun-tahun. Sama halnya dengan Sofya yang Allah pisahkan dengan anaknya, karena Sofya telah mencintai anaknya melebihi cintanya pada Allah. Semua perjalanan hidup yang memilukan adalah buah Gybral yang telah sombong memberhalakan nama baik. Gybral dan Sofya bersimpuh, menangis sejadi-jadinya, memohon ampun pada Allah karena telah mendua.

Ampunan Allah mulai terlihat seiring dengan cerahnya karir Gybral dan Sofya. Setelah 4 tahun tidak berani pulang kampung, di bulan Juli 2012 Gybral berani terbang ke Segihan Kutai, untuk bertanggung jawab menghajikan semua saudaranya yang kala itu gagal naik haji. Semua saudara menerima pertanggung-jawaban Gybral. Namun tidak dengan Paklek Mukhtar yang bengis! Dia memukul Gybral sampai tersungkur! Memaki, menghina, memfitnah keluarga Gybral lah yang telah memakan uang itu! Jika tidak ditahan Pakde Suhar, mungkin Paklek Mukhtar sudah membunuh Gybral dengan parangnya! Bahkan Paklek Mukhtar menyombongkan dirinya, bahwa dirinya sudah pergi ke tanah suci tanpa bantuan Gybral! Masya Allah, seseorang yang sudah pergi ke tanah suci tapi berbuat tanpa akal pikiran. Gybral berharap pemukulan Paklek Mukhtar menjadi teguran Allah yang terakhir buat dirinya. Selanjutnya.. hidup Gybral dan Sofya hanya untuk Allah.

Lagi-lagi kini Gybral mengerti, kenapa Tuhan tidak mematikannya saat berumur 3 tahun.. karena Tuhan telah memberikan ilmu-NYA yang dasyat.. bahwa berhaji bukanlah perkara pergi ke tanah suci, atau tersematnya titel ‘Haji’ dan ‘Hajah’ usai pulang dari sana.. Namun yang paling penting dari itu semua adalah ketaqwaan kita kepada Allah. Apa itu taqwa? Seperti yang dijelaskan di Surat Al-Baqarah 177, jika kita beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, memberikan harta yang dicintai kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir dan orang-orang yang meminta, hamba sahaya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, menepati janji apabila berjanji, sabar dalam kesempitan, penderitaan dan peperangan. Kalau kita sudah bisa melaksanakan itu semua, barulah Allah menggolongkan kita sebagai orang-orang yang taqwa. Kalau sudah punya gelar taqwa, maka baru layak pergi ke tanah suci untuk berhaji.

Tangerang Selatan, 2 January 2013
Puguh P. S. Admaja

Terimakasih Tuhan Atas Segalanya

0 komentar:

Posting Komentar