Pages

Selasa, 22 Januari 2013



MALEA

Lagi.. peristiwa ini terjadi..
Aku menyampaikan berita yang kurang baik kepada istriku dari hasil pekerjaanku. Tentang klienku yang terlambat membayar honorku, padahal di rumah sangat menunggu uang itu. Untuk bayar cicilan rumah, cicilan motor, listrik, air, satpam, sekolah anakku, belanja, dan masih ada yang lain yang jumlahnya lumayan besar. Aku sampaikan kabar itu ketika kami sedang menonton acara televisi pagi. Berita itu jelas mengecewakan, aku tahu itu, aku tahu persis betapa istriku sangat membutuhkan uang itu. Namun, seperti yang sudah-sudah, beberapa saat setelah mendengar berita yang tidak baik itu, istriku tersenyum, dilanjutkan dengan menggenggam tanganku, lantas direbahkan kepalanya di bahuku, setelah itu aku didekap erat-erat. Entah kenapa, aku merasa saat itu istriku seperti tidak mau kehilangan aku sama sekali. Satu kalimat yang keluar dari mulutnya yang manis itu, “Sabar ya, sayang.. sabar.” Mendengar itu, jika saja aku seorang perempuan, pasti aku sudah menangis sejadi-jadinya.

Lagi.. kejadian itu mengingatkan aku pada sebuah masa.. kira-kira di tahun 2008. Waktu itu aku dan beberapa teman-teman film sedang berhubungan dengan seorang investor film yang sangat kaya dari Malaysia, namanya Datuk Kadar Shah. Maaf, saat ini beliau sudah almarhum. Perjuangan berbulan-bulan, bahkan mendekati angka 1 tahun. Perjalanan yang berliku, memainkan emosi, menerbangkan angan, melangitkan mimpi. Mimpi yang setinggi-tingginya. Bayangkan saja, aku mendengar dengan telingaku sendiri, Datuk akan invest $. 1.000.000! Jika dikurs dengan nilai rupiah pada saat itu, jumlahnya sekitar Rp. 12 Milyar. Waow.. Yang ada di bayanganku pada saat itu adalah, ini seperti dream comes true. Aku sebagai penulis skenario dan sutradara akan menggarap film musikal kolosal yang besar berjudul ‘MALEA’. Belum lagi mimpi indah telah memuai istriku, karena uang yang akan aku terima pasti jumlahnya akan banyak. Kami akan bisa melunasi rumah kami, meningkatnya, atau bahkan akan membeli mobil baru.

Hari berganti minggu.. Minggu berubah menjadi bulan.. dan berbulan-bulan waktu terus mengalir.. mengalir dengan sangat indah.. indah sekali.. Tak henti-hentinya aku terus disirami keindahan di depan mata. Sudah aku rencanakan dengan baik, aku akan kerjakan film itu dengan sangat serius, dengan sebaik-baiknya. Bahkan aku sempat menelfon teman-temanku yang sudah jadi sutradara hebat, untuk kiranya bisa membantuku. Yah, mereka sih nggak menanggapi aku dengan baik, tapi ya sudahlah.. Toh itu hak mereka. Hati kecilku yakin, yakin sekali, aku bisa mengerjakan film ini menjadi film yang hebat. Dengan film itu aku akan dikenal, bukan lagi sebagai penulis skenario dan sutradara film yang hebat. Bayanganku ke depannya aku akan kebanjiran job untuk mengerjakan film-film yang bermutu, untuk kemajuan negeri ini. Dan buat istriku, aku bisa merasakan, pasti batinnya juga sangat gembira, kehidupan kami pasti akan semakin terangkat.

Akan tetapi..

Sekitar 10 bulan semua itu aku lalui, aku heran kenapa Datuk makin susah ditemui. Pada saat itu bertepatan dengan kasus Manohara yang berusaha keluar dari Kesultanan Kelantan dan ingin lari ke Indonesia.  Rupanya sang Datuk sibuk ngurusin Manohara. Bahkan Datuk yang punya perusahaan minyak besar itulah yang menjadi ‘pahlawan’ buat Manohara sehingga Manohara bisa balik ke Indonesia bersama dengan ibunya lagi. Kesibukan itu perlahan tapi pasti membuat Datuk melupakan aku dan teman-teman yang akan kerjasama dengan dirinya. Bahkan.. bahkan.. bahkan.. Datuk secara resmi mengeluarkan pernyataan, “Ai tak nak bikin pilem lah!” Ucapan itu sontak menghancurkanku. Menghancurkan semua teman-temanku yang sama-sama merintis pekerjaan ini. Aku hancur sehancur-hancurnya! Angan yang sudah ada di langit, tiba-tiba dijatuhkan, dan jatuh keras menghajar bumi. Sakit pastinya! Sakit sekali! Lagi-lagi, kalo saja aku seorang perempuan, aku pasti sudah menangis. Aku dan teman-temanku berduka, berduka luar biasa. Bagaimana tidak, perjuangan itu sudah kami lakukan dengan luar biasa. Segenap tenaga, pikiran, dan materi sudah kami curahkan. Sampai-sampai aku tak banyak menerima pekerjaan dari luar demi konsentrasi pada rencana pekerjaan itu. Yang lebih memilukan adalah aku terpaksa menjual laptop mac-ku dengan harga 7 juta rupiah demi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Aku memang hancur.. tapi ada yang lebih berat buatku, bagaimana menyampaikan berita itu kepada istriku. Aku yakin banget dia pasti akan ikutan hancur dan sangat kecewa. Hari itu aku pulang malam, sedikit rada larut. Istriku membukakan pintu rumah dengan senyum, seperti biasa. Aku lihat dia belum tidur, masih nonton tv. Aku tahu dia sangat ingin tahu bagaimana hasil akhir dari film ‘MALEA’ itu. Aku berusaha tenang, walaupun hatiku kacau sekali. Aku ke kamar mandi, membersihkan muka, ambil air wudlu, kemudian sholat isya’. Setelah sholat aku diam saja, duduk di atas sajadah lama sekali, karena aku mikir keras, harus dengan kalimat bagaimana aku menceritakan semua itu.

Aku pun menyudahi perenunganku, mendekati istriku yang masih asyik nonton tv. Mulanya kami sama-sama diam, suasananya sangat tidak enak. Setelah beberapa menit kami saling diam, istriku membuka dengan sebuah pertanyaan yang aku sudah duga, “Bagaimana hasilnya, ay?” Mendengar pertanyaan itu rasanya aku ingin menangis, ingin teriak. Akan tetapi tidak, walaupun rasa hatiku kacau dan hancur-lebur, aku bicara dengan tenang, “Gagal, bun. Datuk nggak jadi mau bikin film sama aku.” Berita itu bagaiman meriam yang diledakan tepat di depan dada istriku. Aku tahu persis, karena aku melihat perubahan di air mukanya.

Sesaat lagi kami diam. Itu adalah salah satu rasa yang paling tidak enak dalam hidupku. Tiba-tiba aku merakan ada gerakan jemari di pinggangku. Aku kaget. Lantas aku memastikan, itu jari istriku. Jemari itu menyentuh badanku.. kemudian sekujur kedua tangannya memelukku dari belakang..  Air matanya tumpah, namun dia tak henti-hentinya menciumi punggunggu. Muncullah sebuah kalimat klasik yang begitu indah, “Sabar ya, sayang.. sabar.. aku tau kamu hebat.. kamu pasti bisa melewati ini semua.. Di tempat Datuk kamu gagal, di tempat lain pasti kamu akan berhasil.. pasti! Aku yakin sama kemampuan kamu. Kamu hebat. Aku bangga jadi istri kamu.” Kali itu aku tak kuat, air mataku ikut tumpah.

0 komentar:

Posting Komentar