MALEA
Lagi..
peristiwa ini terjadi..
Aku
menyampaikan berita yang kurang baik kepada istriku dari hasil pekerjaanku.
Tentang klienku yang terlambat membayar honorku, padahal di rumah sangat
menunggu uang itu. Untuk bayar cicilan rumah, cicilan motor, listrik, air,
satpam, sekolah anakku, belanja, dan masih ada yang lain yang jumlahnya lumayan
besar. Aku sampaikan kabar itu ketika kami sedang menonton acara televisi pagi.
Berita itu jelas mengecewakan, aku tahu itu, aku tahu persis betapa istriku
sangat membutuhkan uang itu. Namun, seperti yang sudah-sudah, beberapa saat
setelah mendengar berita yang tidak baik itu, istriku tersenyum, dilanjutkan
dengan menggenggam tanganku, lantas direbahkan kepalanya di bahuku, setelah itu
aku didekap erat-erat. Entah kenapa, aku merasa saat itu istriku seperti tidak
mau kehilangan aku sama sekali. Satu kalimat yang keluar dari mulutnya yang
manis itu, “Sabar ya, sayang.. sabar.” Mendengar itu, jika saja aku seorang
perempuan, pasti aku sudah menangis sejadi-jadinya.
Lagi..
kejadian itu mengingatkan aku pada sebuah masa.. kira-kira di tahun 2008. Waktu
itu aku dan beberapa teman-teman film sedang berhubungan dengan seorang
investor film yang sangat kaya dari Malaysia, namanya Datuk Kadar Shah. Maaf,
saat ini beliau sudah almarhum. Perjuangan berbulan-bulan, bahkan mendekati
angka 1 tahun. Perjalanan yang berliku, memainkan emosi, menerbangkan angan,
melangitkan mimpi. Mimpi yang setinggi-tingginya. Bayangkan saja, aku mendengar
dengan telingaku sendiri, Datuk akan invest $. 1.000.000! Jika dikurs dengan
nilai rupiah pada saat itu, jumlahnya sekitar Rp. 12 Milyar. Waow.. Yang ada di
bayanganku pada saat itu adalah, ini seperti dream comes true. Aku sebagai
penulis skenario dan sutradara akan menggarap film musikal kolosal yang besar
berjudul ‘MALEA’. Belum lagi mimpi indah telah memuai istriku, karena uang yang
akan aku terima pasti jumlahnya akan banyak. Kami akan bisa melunasi rumah
kami, meningkatnya, atau bahkan akan membeli mobil baru.
Hari
berganti minggu.. Minggu berubah menjadi bulan.. dan berbulan-bulan waktu terus
mengalir.. mengalir dengan sangat indah.. indah sekali.. Tak henti-hentinya aku
terus disirami keindahan di depan mata. Sudah aku rencanakan dengan baik, aku
akan kerjakan film itu dengan sangat serius, dengan sebaik-baiknya. Bahkan aku
sempat menelfon teman-temanku yang sudah jadi sutradara hebat, untuk kiranya
bisa membantuku. Yah, mereka sih nggak menanggapi aku dengan baik, tapi ya
sudahlah.. Toh itu hak mereka. Hati kecilku yakin, yakin sekali, aku bisa
mengerjakan film ini menjadi film yang hebat. Dengan film itu aku akan dikenal,
bukan lagi sebagai penulis skenario dan sutradara film yang hebat. Bayanganku ke
depannya aku akan kebanjiran job untuk mengerjakan film-film yang bermutu,
untuk kemajuan negeri ini. Dan buat istriku, aku bisa merasakan, pasti batinnya
juga sangat gembira, kehidupan kami pasti akan semakin terangkat.
Akan
tetapi..
Sekitar
10 bulan semua itu aku lalui, aku heran kenapa Datuk makin susah ditemui. Pada saat
itu bertepatan dengan kasus Manohara yang berusaha keluar dari Kesultanan
Kelantan dan ingin lari ke Indonesia.
Rupanya sang Datuk sibuk ngurusin Manohara. Bahkan Datuk yang punya
perusahaan minyak besar itulah yang menjadi ‘pahlawan’ buat Manohara sehingga
Manohara bisa balik ke Indonesia bersama dengan ibunya lagi. Kesibukan itu
perlahan tapi pasti membuat Datuk melupakan aku dan teman-teman yang akan
kerjasama dengan dirinya. Bahkan.. bahkan.. bahkan.. Datuk secara resmi
mengeluarkan pernyataan, “Ai tak nak
bikin pilem lah!” Ucapan itu sontak menghancurkanku. Menghancurkan semua
teman-temanku yang sama-sama merintis pekerjaan ini. Aku hancur
sehancur-hancurnya! Angan yang sudah ada di langit, tiba-tiba dijatuhkan, dan
jatuh keras menghajar bumi. Sakit pastinya! Sakit sekali! Lagi-lagi, kalo saja
aku seorang perempuan, aku pasti sudah menangis. Aku dan teman-temanku berduka,
berduka luar biasa. Bagaimana tidak, perjuangan itu sudah kami lakukan dengan
luar biasa. Segenap tenaga, pikiran, dan materi sudah kami curahkan. Sampai-sampai
aku tak banyak menerima pekerjaan dari luar demi konsentrasi pada rencana
pekerjaan itu. Yang lebih memilukan adalah aku terpaksa menjual laptop mac-ku
dengan harga 7 juta rupiah demi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Aku
memang hancur.. tapi ada yang lebih berat buatku, bagaimana menyampaikan berita
itu kepada istriku. Aku yakin banget dia pasti akan ikutan hancur dan sangat
kecewa. Hari itu aku pulang malam, sedikit rada larut. Istriku membukakan pintu
rumah dengan senyum, seperti biasa. Aku lihat dia belum tidur, masih nonton tv.
Aku tahu dia sangat ingin tahu bagaimana hasil akhir dari film ‘MALEA’ itu. Aku
berusaha tenang, walaupun hatiku kacau sekali. Aku ke kamar mandi, membersihkan
muka, ambil air wudlu, kemudian sholat isya’. Setelah sholat aku diam saja,
duduk di atas sajadah lama sekali, karena aku mikir keras, harus dengan kalimat
bagaimana aku menceritakan semua itu.
Aku pun
menyudahi perenunganku, mendekati istriku yang masih asyik nonton tv. Mulanya
kami sama-sama diam, suasananya sangat tidak enak. Setelah beberapa menit kami
saling diam, istriku membuka dengan sebuah pertanyaan yang aku sudah duga, “Bagaimana hasilnya, ay?” Mendengar
pertanyaan itu rasanya aku ingin menangis, ingin teriak. Akan tetapi tidak,
walaupun rasa hatiku kacau dan hancur-lebur, aku bicara dengan tenang, “Gagal, bun. Datuk nggak jadi mau bikin film
sama aku.” Berita itu bagaiman meriam yang diledakan tepat di depan dada
istriku. Aku tahu persis, karena aku melihat perubahan di air mukanya.
Sesaat
lagi kami diam. Itu adalah salah satu rasa yang paling tidak enak dalam
hidupku. Tiba-tiba aku merakan ada gerakan jemari di pinggangku. Aku kaget. Lantas
aku memastikan, itu jari istriku. Jemari itu menyentuh badanku.. kemudian
sekujur kedua tangannya memelukku dari belakang.. Air matanya tumpah, namun dia tak
henti-hentinya menciumi punggunggu. Muncullah sebuah kalimat klasik yang begitu
indah, “Sabar ya, sayang.. sabar.. aku
tau kamu hebat.. kamu pasti bisa melewati ini semua.. Di tempat Datuk kamu
gagal, di tempat lain pasti kamu akan berhasil.. pasti! Aku yakin sama
kemampuan kamu. Kamu hebat. Aku bangga jadi istri kamu.” Kali itu aku tak
kuat, air mataku ikut tumpah.

0 komentar:
Posting Komentar